PRESPEKTIP :
BAGAIMANA DAYA SAING USAHA PETERNAKAN AYAM RAS & UNGGAS LOKAL KITA MENGHADAPI MEA (MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)
Pasar bebas asean telah datang per 1 Januari 2016 kemarin. MEA / masyarakat ekonomi asean telah disetujuai oleh 10 negara asean, dengan tujuan menghilangkan sekat2 perdagangan, menghilangkan hambatan2 perdagangan agar ekonomi masyarakat asean menjadi lebih lancar. Dengan MEA yang semula hubungan dagang ekonomi antar negara menjadi berubah seolah olah seperti menjadi hubungan dagang ekonomi antar propinsi saja. Hanya diperlukan formalitas saja, semua bea masuk dipangkas jadi nol. Antar negara sekarang boleh saling memasuki atau dimasuki baik barang atau investasi. Semua bidang diperbolehkan termasuk pasar tenaga kerja.
Banyak orang berharap dengan adax MEA agar usahax menjadi lebih maju bisa export barang2 ke semua negara MEA. Tetapi lebih banyak juga yang waswas usahax akan mengalami kesulitan karena diserbu barang2 dari anggota asean lain. Indonesia adalah negara besar dengan penduduk 250 juta orang, menjadi pasar yang sangat menarik bagi anggota asean yang lain. Negara anggota asean lain rata2 jumlah penduduk sedikit (pasar sempit) dengan kemampuan SDM & teknologi yang lebih bagus bisa menyerbu pasar Indonesia.
Secara umum bisa dipandang bahwa Indonesia adalah negara pasar dan bukan negara produsen. Hanya beberapa produk dari indonesia yang bisa bersaing dalam skala regional atau global, hanya batu bara, karet, minyak sawit dan perikanan tangkap serta udang. Yang lain Indonesia sudah kalah. Tekstil & produk tekstil, industri alas kaki sudah dikalahkan oleh vietnam. SDM tenaga kerja sudah dikalahkan oleh Singapura dan Malaysia.
Bagaimana daya saing untuk sektor usaha peternakan unggas ras & unggas lokal dalam pasar MEA? Kalau boleh dikatakan cukup mengkawatirkan dan cenderung mengerikan. Coba kita analisis stiap produk peternakan unggas sbb :
A. PAKAN TERNAK : Pakan ternak secara harga jelas lebih murah di malaysia atau thailand dibanding dengan di Indonesia, tetapi negara lain sulit masuk pakan ternak ke Indonesia karena hambatan ongkos transportasi, sehingga produk pakan ternak import sulit masuk ke Indonesia karena jadix harga mahal. Jadi industri pakan ternak “aman”.
B. OBAT HEWAN & VAKSIN : Sudah lama biasa masuk ke Indonesia, dan obat hewan import sudah menguasai pasar sekitar 30% dari kebutuhan di Indonesia.
C. TELUR AYAM RAS : Mengkawatirkan karena harga telur di Malaysia dan Thailand jauh lebih murah dari pada telur di Indonesia. Murahx telur di Malaysia dan Thailand dikarenakan disana sudah diterapkanx teknlogi tinggi di peternakan ayam ras petelur. Usaha peternakan ayam petelur ras disana semua sudah serba otomatis, kandang sistem closed hause. Seorang (baca : 1 orang) tenaga kerja mampu mengelola minimal 30.000 ekor ayam petelur ras, sedang di Indonesia sistem masih terbuka, semi intensip, padat karya sehingga produktifitas rendah. Ditambah lagi di Indonesia kebanyakan peternak menggunakan pinjaman kredit bank dengan bunga tinggi (12%) di Malaysia & Thailand (bunga kredit Cuma 5-6%). Dengan demikian harga pokok produksi telur di Indonesia Jauh lbih mahal. Dengan sistem teknologi tinggi dan serba otomatis ini maka produktifitas ayam menjadi sangat tinggi, sangat efisien, harga pokok produksi telur menjadi lebih murah. Dengan posisi demikian dikawatirkan telur dari Malaysia & Thailand akan masuk ke Indonesia terutama di kota2 besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan. Klo masuk ke kota besar maka efek secara keseluruhan akan mempengaruhi pasar telur ke seluruh wilayah Indonesia.
D. DAGING AYAM POTONG / BROILER : Lebih sangat mengkawatirkan. Setelah pasar daging ayam potong / broiler di Indonesia kalang kabut diserbu CLQ (chiken Leg Quarter) atau daging karkas paha atas dari Amerika, dengan adanya MEA maka kemungkinan pasar Indonesia akan lebih diserbu dkeroyok oleh Malaysia dan Thailand. Sekali lagi karena teknologi tinggi dan otomatisasi menjadikan lebih produktif (FCR menjadi lebih bagus), lebih efisien dan pada akhirx harga pokok produksi daging ayam menjadi lebih murah. Diperkirakan pasar daging karkas beku dari MEA akan menyerbu di supermarket2 di Indonesia.
E. AYAM KAMPUNG : Untuk ayam kampung hanya ada di Malaysia itupun dalam jumlah sedikit, jadi kemungkinan daging karkas ayam kampung masuk ke Indonesia peluangx kecil, kalaupun toch masuk hanya terbatas pada supermarket di kota besar. Sedang market pasar ayam kampung (dan juga telur ayam kampung) mayoritas adalah pasar kaki 5 (untuk telur ayam kampung warung minuman STMJ & depot jamu). Jadi kalau boleh diperkirakan untuk daging & telur ayam kampung aman.
F. TELUR BEBEK : Lawan berat telur bebek adalah Vietnam dengan populasi bebek yang sangat besar, harga disana lebih murah. Apabila masuk ke Indonesia kemungkinan adalah produk telur asin, tetapi karena ciri khas pasar telur asin bebek ini bersifat lokal dan sistem pasar tradisional maka diperkirakan aman.
G. DAGING BEBEK : Daging bebek selama ini sudah ada masuk ke pasar Indonesia yaitu karkas bebek peking dari China & Taiwan, sudah masuk pasar Jakarta dan masuk ke restorant2 china dan hotel2 bintang lima. Ada kendala jaringan pasar dan harga untuk bisa memasuki pasar kaki 5.
Kira2 demikianlah kalau dianalisis, kemampuan daya saing usaha unggas di Indonesia masih kalau jauh dari Malaysia dan Thailand. Mengkawatirkan sekali. Lantas apa yang harus kita persiapkan dalam menghadapi peta persaingan MEA? Kelihatanx sudah agak terlambat. Sikap dan sifat peternak yang selalu ‘alon2 waton kelakon’ atau ‘belanda masih jauh’ itulah yang akan jadi bumerang, nanti begitu pesaing sudah masuk datang baru bingung mencari strategi melawan, kalau kelihatan mmau kalah maka senjata andalan dikeluarkan yaitu demo. Pasar kok di demo, pasar punya hukum alam sendiri, punya mekanisme sendiri.
Dari segi pemerintah Cq Dinas peternakan sendiri selama ini belum bisa menjadi corong kebijakan pemerintah men-sosialisaikan bagaimana itu MEA, daya saing peternakan kita, strategi apa yang harus dilakukan oleh masyarakat unggas kita. Tidak dilakukan olah dinas, mungkin dinas sangat sibuk memikirkan perebutan jabatan daripada hakekat dan fungsix. Ada banyak dan gap jauh sekali antara dinas dan masyarakat unggas. Masyarakat unggas dibiarkan tempur sendirian, seperti anak ayam kehilangan indukx, kalau nanti kalah ya karena sudah takdir pasar demikian.
Para ahli juga demikian, jauh diatas langit dengan kaki tidak menginjak bumi, seharusx para ahli selain mengadakan penelitian yang rumit demi keilmuan, juga mengadakan penelitian yang praktis yang membuat membantu usaha peternakan unggas kita menajadi efisien, produktip dan maju. Hampir tidak ada penelitian para ahli yang bisa dan ada diterapkan di peternakan kita secara luas.
Jadi pada akhirx gmn? Yang jelas pasar bebas MEA sudah datang dimulai, kita tunggu saja alur cerita selanjutx dalam kurun waktu 1 tahun sudah akan kelihatan. (Belum lagi anda tahu bahwa pemerintah sedang dipaksa oleh negara2 yang tergabung dalam TPP : Trans Pasific Partnership untuk ikut bergabung). Jadi runyam semua. Anda ingat jumlah penduduk Indonesia 250 juta (terbesar ke 4 di dunia) adalah negara pasar dan bukan negara produsen. Selamat dag dig dug menunggu belanda datang….
Salam semangat berjuang kawan! Ingat lagu Gombloh “kebyar2”…. Indonesia tanah airku dst….
Kategori:
Ayam Arab, Ayam Kampung Jawa, Ayam Ras, Bebek, Hias, Problematika, Puyuh, Serba Serbi